Rabu, 29 Oktober 2014

Unsur-unsur Pancasila Sebagai Sistem Filsafat & PERBANDINGAN SISTEM FILSAFAT LAIN DI DUNIA


1.        Unsur Ketuhanan
Secara ontologik ada manusia sebagai yang diciptakan menunjukkan adanya pencipta yaitu Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, mempunyai sifat sebagai individu sebagai makhluk sosial. Karena Tuhan adalah sempurna maka manusia tidak sempurna. Namun diantara makhluk, manusia adalah yang paling sempurna.        
pengalaman sejarah sebelum datangnya agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Bangsa Indonesia telah mempunyai kepercayaan. Karena keadaan alam sedemikian rupa maka bangsa Indonesia berusaha mempertahankan dan mengembangkan hidupnya untuk bisa mengatasi tantangan alam tersebut. Salah satu jawaban yang diberikan berupa pandangan hidup atau kepercayaan bahwa alam ini ada yang menciptakan. Karena pengalaman hidup mereka sehari-hari dan karena kemampuan yang mereka miliki, maka bentuk kepercayaan yang menguasai alam, adanya kekuatan gaib yang terdapat pada alam ini dan lain sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia pada waktu itupun sudah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah agama Hindu dan Budha datang di Indonesia, bangsa Indonesia banyak memeluk agama-agama tersebut. Demikian pula agama islam yang telah dipeluk oleh sebagian besar bangsa Indonesia dengan penuh keyakinan. Pada masa itu pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari terbukti adanya pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari terbukti adanya peninggalan, tulisan dan adat istiadat.

2.        Unsur Kemanusiaan
Sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sendirinya bangsa kita mempunyai rasa kemanusiaan yang luhur. Pada hakekatnya kemanusiaan adalah bawaan kodrat manusia. Perikemanusiaan adalah nilai khusus yang bersumber pada nilai kemanusiaan. Perikemanusiaan adalah yang bersumber pada kemanusiaan, jiwa yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya semua bangsa mesti mempunyai kemanusiaan, begitu pula bangsa Indonesia bahkan kemanusiaannya adalah adil dan beradab. Adil berarti memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu apa haknya sendiri. Beradab artinya mempunyai adab, mempunyai sopan santun, mempunyai susila, artinya ada kesediaan menghormati bangsa lain, menghormati pandangan pendirian dan sikap Bangsa lain. Sejak dahulu bangsa Indonesia selalu menerima bangsa lain dengan ramah tamah, karena suatu bangsa tidak akan hidup sendirian terlepas dari bangsa lain.
3.        Unsur Persatuan
Bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya rukun, bersatu dan kekeluargaan, bertindak bukan semata-mata atas perhitungan untung rugi dan pamrih serta kepentingan pribadi. Oleh karena itu unsur persatuan sudah terdapat didalam kehidupan masyarakat Indonesia bahkan sudah dilaksanakan oleh mereka.
4.        Unsur Kerakyatan
Istilah kerakyatan berarti bahwa yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat. Dalam bahasa lain Kerakyatan disebut Demokrasi berasal dari kata Yunani Demos yang berarti Rakyat Kratos yang berarti Berdaulat. Demokrasi bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Meskipun sebelum tanggal 17 Agustus 1945 di Indonesia belum pernah ada pemerintahan yang bersifat Demokratik seperti sekarang ini namun sebenarnya unsur-unsurnya sudah ada, yang selama itu tidak pernah dimanfaatkan secara Nasional formal.
5.        Unsur Keadilan
Istilah adil yaitu menunjukkan bahwa orang harus memberi kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu mana haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada orang lain dan dirinya. Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja, tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistik dan egoistik, tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Sebenarnya istilah gotong royong yang berarti bekerja sama dan membagi hasil karya bersama tepat sekali untuk menerangkan apa arti Keadilan Sosial.

Istilah sistem sering digunakan dalam menyebutkan sesuatu, misalnya sistem pemerintahan , sistem pendidikan dan lain sebagainya. Namun dalam hal ini pengertian system dikaitkan dengan sistem pancasila.Sebelum membahas pancasila sebagai suatu system ada baiknya kita pahami pengertian sistem terlebih dahulu. Sistem adalah bekerjanya masing-masing unsure atau elemen yang berbeda dalam suatu kelompok dimana yang satu dan yang lainya saling terkait dan saling bergantungan untuk mencapai tujuan tertentu demi mencapai kesuksesan bersama. Misal sepeda merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat nsure-unsur yang satu dan yang lain saling terkait, Unsur tersebut velg. Ban luar, ban dalam, pentil, rantai, stang dan bagian yang lainya. Masing –masing unsure tersebut saling terkait sehingga sepeda tersebut dapat digunakan sebagai alat transportasi untuk mengantarkan manusia dari suatu tempat ketempat yang lain. Jika salh satu nsure tidak ada, misalnya pentil yang berpungsi sebagai utuk menahan udara yang berda di dalam ban maka banya akan kempes, sistem sepeda tadi bisa berjalan akan tetapi perjalananya tidak normal seperti biasanya. Nah dari situ terlihat betapa pentingnya setiap nsure yang memiliki pungsi dan tugas masing-masing.
Pancasila sebagai suatu sistem memiliki unsur-unsur yang berbeda, hal ini dapat kita lihat dalam sila-sila pancasila yang memiliki ragam makna yang berbeda, namun system dalam pancasila mempunyai suatu kesatuan yang utuh dan bulat. Sila-sila dalam pancasila saling berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Diantaranya pancasila sebagai dasar Negara mempunyai fungsi sepagai pedoman di dalam berbangsa dan bernegara juga sebagai moral bangsa Indonesia dalam membentuk suatu Negara.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas pancasila sebagai suatu sistem yang dimana sila-silanya mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sudah diatur sedemikian rupa sehingga membentuk suatu susunan yang teratur dan tidak bisa dibolak balik. Dalam sila pancasila memiliki suatu makna yang beruntun. Artinya, sila pertama lebih luas makanya sehinga menjiwai sila-sila dibawahnya. Itulah makna pancasila sebagai suatu system.



 PERBANDINGAN SISTEM FILSAFAT LAIN DI DUNIA

Sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, bekerja sama sesuai dengan aturan yang diterapkan, sehingga membentuk suatu tujuan yang sama.Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Sistem Filsafat adalah kumpulan atau kesatuan pemikiran/ajaran yang saling berhubungan dan mampu menjangkau seluruh realitas yang ada, mencakup pemikiran teoritis tentang realitas adanya tuhan, alam, dan manusia, untuk mencapai tujuan tertentu.
- Perbandingan Filsafat Pancasila Dengan Sistem Filsafat Lainnya Di Dunia Secara filosofis,  Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain-lain  paham filsafat di dunia.
1.    Dasar Antologis Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak,
oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia.
2.    Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan.  Kalau manusia merupakan basis ontologi Pancasila maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologis dari Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3.    Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. Nilai Material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
b. Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
c. Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut :
– Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia.
– Nilai keindahan/estetis : nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
– Nilai kebaikan/moral : nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa)
manusia
– Nilai religius : nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak yang berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia serta bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

 Pengetahuan Sistem Filsafat Perbandingan dengan Sistem Filsafat lainnya
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu bangsa, senantiasa memeliki suatu pandangan hidup atau filsaat hidup masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah yang disebut sebagai local genius (kecerdasan / kreatifitas local ) dan sekaligus sebagai local wisdom (kearifan local) bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa lain. Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara Indonesi merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental “ di atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan?” jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai-nilai pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan system filsafat.
1.     Filsafat: Secara etimologis cinta akan kebijaksanaan, tapi dapat pula diartikan sebagai keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
2.    Filsafat Pancasila: Kebenaran dari sila-sila Pancasila sebagai dasar negara atau dapat pula diartikan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan logis.
Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa pancasila merupakan filsafat Negara yang lahir collective ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan olehthe founding father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu “system” yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat pancasila.
Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan bahwa budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara mandasar dan menyeluruh. Adapun perbandingan Filsafat Pancasila dengan Filsafat lainnya yaitu sebagai berikut:
1.     Filsafat Komunisme
Filsafat ini tidak mementingkan adanya hal-hal ketuhanan. Semua hal diatur oeh satu kelompok yang paling berkuasa. Dalam filsafat ini, semua kebebasan dihapuskan. Semua hal diatur oleh penguasa tunggal sehingga sumber dari segala sumber hukum yang berlaku tidak berasal dari suara rakyat, namun dari penguasa tunggal yang ada dimana filsafat komunis itu berada.
2.    Filsafat Liberalisme
Dalam hal ini, semua hal tidak memiliki batasan, sehingga memungkinkan adanya benturan-benturan dalam masyarakat. Tidak ada yang mengatur tentang penanggulangan benturan-benturan tersebut,. masyarakat hanya akan menegur bila merasa teranggu oleh orang lain, namun apabila tidak merasa terganggumaka mereka cenderung untuk bersikap masa bodoh.
3.    Filsafat Individualisme
Filsafat ini lebih cenderung lebih kekehidupan masing-masing orang dimana antara orang yang saru dengan orang yang lain tidak mempunya ikatan sosial atau dengan kata lain, mereka berdiri masing-masing. Tidak terdapat kebersamaan, persatuan atau tujuan bersama.




Kamis, 16 Oktober 2014

DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

A.   DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Kerangka Teoritik
Alfred North Whitehead (1864 – 1947), tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan tidak boleh diabaikan. Masalahnya,bagaimanakah nilai-nilai Pancasila itu diaktualisasikan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara ? dan, unsur nilai Pancasila manakah yang mesti harus kita pertahankan tanpa mengenal perubahan ? Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah:
Pertama, nilai dasar yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap. Nilai dasar merupakan prinsip, yang tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu  yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. Nilai dasar Pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat, maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
Kedua, nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu.Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
Ketiga, nilai praksis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan (mengaktualisasikan) nilai Pancasila. Nilai praksis terdapat pada demikian banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik oleh cabang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, oleh organisasi kekuatan social politik, oleh organisasi kemasyarakatan, oleh badan-badan ekonomi, oleh pimpinan kemasyarakatan. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas. pada nilai praksislah ditentukan tegak atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Ringkasnya bukan pada rumusan abstrak, dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana, program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaannya di lapangan.
Suatu ideologi adalah menjaga konsistensi antara nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksisnya. Sudah barang tentu jika konsistensi ketiga nilai itu dapat ditegakkan, maka terhadap ideologi itu tidak akan ada masalah. Pancasila menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individual, sehingga menjiwai semua tingkah laku dalam lingkungan praksisnya dalam bidang kenegaraan, politik, dan pribadi. Driyarkara menjelaskan proses pelaksanaan ideologi Pancasila, dengan gambaran gerak transformasi Pancasila formal sebagai kategori tematis (berupa konsep, teori) menjadi kategori imperatif (berupa norma-norma) dan kategori operatif (berupa praktik hidup). Proses tranformasi berjalan tanpa masalah apabila tidak terjadi deviasi atau penyimpangan, yang berupa pengurangan, penambahan,dan penggantian . nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang dicita-citakan dan ingin diwujudkan.Masalah aktualisasi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila ke dalam kehidupan praksis kemasyarakatan dan kenegaraan bukanlah masalah yang sederhana.

Perubahan dan Kebaharuan
Pembaharuan dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari satu sisi saja, yaitu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya proses perubahan (dinamika) dalam aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata disebabkan kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri, melainkan suatu peristiwa yang terkait atau berrelasi dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi Pancasila bersumber pada aktivitas di dalam menyerap atau menerima dan menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar (asing). Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, adalah empat kali amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002.Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu cepat. Tidak satupun bangsa dan negara mampu mengisolir diri dan menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap masalah ideologi.Dalam kaitan imi, M.Habib Mustopo (1992: 11 -12) menyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya.
Prof. Notonagoro telah menemukan cara untuk memanfaatkan pengaruh dari luar tersebut, yaitu secara eklektif mengambil ilmu pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar,tetapi dengan melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan dan selanjutnya
diinkorporasikan dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian, terhadap pengaruh baru dari luar, maka Pancasila bersifat terbuka dengan syarat dilepaskan dari sistem filsafatnya, kemudian dijadikan unsur yang serangkai dan memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri Soeprapto, 1995: 34). Sepaham dengan Notonagoro, Dibyasuharda (1990: 229) mengkualifikasikan Pancasila sebagai struktur atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap apa yang datang dari luar, dalam arti luas, menjadi miliknya tanpa mengubah identitasnya, malah mempunyai daya ke luar, mempengaruhi dan mengkreasi.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya Pancasila yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai Pancasila bisa ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain.
Konsekuensinya,bahwa Pancasila harus bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup diri terhadap nilai dan pemikiran dari luar yang memang diakui menunjukkan arti dan makna yang positif bagi pembinaan budaya bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi sebagai gejala wajar. Dengan begitu ideology Pancasila akan menunjukkan sifatnya yang dinamik, yaitu memiliki kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi perkembangan pribadi manusia dan masyarakat.
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara adalah suatu keniscayaan, agar Pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya memberikan pedoman bagi pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar loyalitas warga masyarakat dan warganegara terhadap Pancasila tetap tinggi. Di lain pihak, apatisme dan resistensi terhadap Pancasila bisa diminimalisir. Substansi dari adanya dinamika dalam aktualisasi nilai Pancasila dalam kehidupan praksis adalah selalu terjadinya perubahan dan pembaharuan dalam mentransformasikan nilai Pancasila ke dalam norma dan praktik hidup dengan menjaga konsistensi, relevansi, dan kontekstualisasinya. Sedangkan perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap nilai-nilai asing yang relevan untuk pengembangan dan penggayaan ideologi Pancasila.Muara dari semua upaya perubahan dan pembaharuan dalam mengaktualisasikan nilai Pancasila adalah terjaganya akseptabilitas dan kredibilitas Pancasila oleh warganegara dan wargamasyarakat Indonesia.

Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. 
Sebagai dasar negara Pancasila dipergunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia, artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) harus berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti juga bahwa semua peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila. 
Pengertian pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang menandaskan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah di murnikan dan di padatkan oleh PPKI atas nama rakyat indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR disahkan pula oleh MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertip hukum di Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara. Pancasila menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 merupakan "sumber hukum dasar nasional".

Dalam kedudukannya sebagai dasar negara maka Pancasila berfungsi sebagai 
1.            sumber dari segala sumber hokum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia;
2.            suasana kebatinan (geistlichenhinterground) dari UUD;
3.            cita-cita hukum bagi hukum dasar negara;
4.            norma-norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur;
5.            sumber semangat bagi UUD 1945, penyelenggara negara, pelaksana pemerintahan. MPR dengan Ketetapan No. XVIIV MPR/1998 telah mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara RI

Penetapan pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah negara pancasila. Hal tu mengandung arti bahwa harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakan dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, pandangan tersebut melukiskan pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melndungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Pancasila seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematkanya melalui Intruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. “Setiap sila (dasar/azaz) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenaran pada sila lainnya adalah tindakan yang sia-sia” . oleh karena itu, pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisah-misahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dari pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan eksistensinya sebaga dasar negara.

Penghayatan Pancasila
Untuk menuju pada pengertian penghayatan, maka perlu kiranya diketauhi pengertian menghayati dahulu. Pengertian menghayati merupakan satu (suatu) pengertian yang didalamnya terkandung unsur-unsur pengetahuan, kesadaran, ketaatan, kemampuan, serta pengamalan. Penghayatan adalah keadaan kemasakan jiwa (kejiwaan), jadi bukan soal akal saja.
Adapun menghayati pancasila berarti kita telah memiliki pengetahuan tentang pancasila dengan sebaik baiknya termasuk pembukaan undang-undang dasar 1945, juga tentang undang-undang dasar 1945.
Mengenai pengetahuan itu seharusnya berupa pengertian yang jalas tentang kebenaranya, yang selanjutnya harus dapat diresapkan dalam pikiran, sehingga tumbuh rasa kesadaran kita untuk menerimanya dan selalu ingat setia kepada pancasila, termasuk pembukaan dan undang-undang dasar 1945.
Dengan didorong oleh rasa kesadaran inilah yang didasari oleh pengetahuan atau pengertian yang sebaik-baiknya serta jelas tentang kebenaran tadi, mampulah kita untuk mengembangkan serta mengamalkan pancasila dengan sebaik-baiknya. Bilamana penghayatan pancasila ini dapat dikembangkan secara terus menerus, akan lahirlah mentalitas pancasila, sehingga dapat mewujudkan kesatuan cipta, rasa, karsa dan karya dalam mengemban hak dan kewajiban atas dasar nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyrakat. Hasilnya akan dapat mewujudkan manusia pancasila, bangsa pancasila, Negara pancasila, masyarakat pancasila, sejahtera, bahagia jasmaniah rokhaniah, sesuai dengan kepribadian manusia dan bangsa Indonesia.
Dengan demikian jelaslah bahwa apa yang menjadi titik tolak penghayatan pancasila adalah kemauan serta kemampuan manusia Indonesia itu di dalam mengendalikan dirinya serta kepentinganya agar dapat memenuhi kewajiban menjadi warga Negara yang baik.
Pancasila tidak berpihak atau pun menyudutkan siapa pun secara ras, agama, suku, dan budaya apa pun, maka dari itu pancasila bisa diterima semua rakyat Indonesia sebagai dasar negara.Moerdiono (1995/1996) menunjukkan adanya 3 tataran nilai dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah: Pertama, nilai dasar,  yaitu suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu.Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat abstrak, bersifat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma

B.   DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

1.  Masa Awal Kemerdekaan
Undang-Undang Dasar ini disahkan pada sidang PPKI sehari setelah Indonesia merdeka yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.Undag-Undang Dasar ini terdiri atas Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh yang mencakup 37 Pasal 4 Aturan Peralihan atau Peraturan Tambahanserta penjelasan yang dibuat oleh Prof. Mr.Soepomo (Sunoto, 1985: 35). Pada awal kemerdekaan UUD 1945 tidak dilaksanakan dengan baik karena kondisi Indonesia dalam suasana mempertahankan kemerdekaan. Sedang mengenai keadaan pemerintahnya sebagai berikut:
Ø Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945berlaku yaitu sebelum MPR, DPR dan DPA dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Ø Sistem kabinetnya, Kabinet Presidensil dimana para menteri bertanggung jawab pada presiden bukan pada DPR.
Ø Dikeluarkannya Maklumat No. X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang merubah kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden menjadi badan legislatif(DPR).
Ø Dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah kabinet presidensil menjadi parlementer, ini berarti menyimpang dari UUD 1945.sistem kabinet ini diikuti dengan Demokrasi Liberal.

Akibat dari kondisi diatas menimbulkan, pemerintah tidak stabil seiring pergantian kabinet, Terjadinya pemberontakaan PKI Madiun, karena keadaan genting maka kabinet kembali ke presidensil lagi, diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) sehingga Indonesia harus menerima berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS).

2.  Konstitusi RIS
Hasil dari KMB pada 27 Desember 1945 mengharuskan pada Indonesia untuk menerima berdirinya negara RIS. Secara otomatis UUD yang digunakan pun berganti, dan yang digunakan adalah Konstitusi RIS. Pada masa ini seluruh wilayah Indonesia tunduk pada Konstitusi RIS. Sedangkan UUD 1945 hanya berlaku untuk negara bagian Indonesia yang meliputi sebagian jawa dan sumatra dengan ibukota Yogyakarta. Sistem pemerintahannya adalah Parlementer yang berdasarkan Demokrasi Liberal. Negara Federasi RIS tidak berlangsung lama. Berkat kesadaran para pemimpin kita maka pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS kembali lagi menjadi NKRI dengan Undang-Undang yang lain yang disebut Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
3.  Undang-Undang Dasar Sementara
Sejak terbentuknya Negara Republik Indonesia Serikat dibawah konstitusi RIS 1949 pada tanggal 27 Desember 1949, maka semakin kuatlah perjuangan bangsa Indonesia menentang susunan negara yang dianggap sebagai bentukan Belanda dan semakin kuat pula tuntutan untuk kembali kepada bentuk yang unitaristis, maka pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS sepenuhnya kembali menjadi negara RI dengan UUDS sebagai konstitusinya.
Dalam rangka memenuhi tugas yang diamanatkan oleh UUDS 1950, maka diselenggarakanlah pemilu untuk memilih anggota Majelis Pembentuk UUD Negara Republik Indonesia yang kemudian disebut Konstituante yang dilantik pada 10 november 1956 (Purastuti,2002:41).
Konstituante bersidang di Bandung pada Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir materi yang disusun menjadi materi UUD Negara namun pada akhirnya gagal mencapai kata mufakat. Denagn berasar pada kegagalan Konstituante itulah melatarbelakangi aksi Presiden Soekarno dengan mengelurkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang didalamnya berisikan :
a.    Pembubaran Kontituante
b.    Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan menyatakan UUDS 1950 tidak diberlakukan
c.   Pembentukan MPRS

4.  Masa Orde Lama
Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 dimulai sejak adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Masa ini yang di sebut masa Orde Lama. Dalam masa ini dikenal sebagai periode pemerintahan yang ditandai dengan berbagai penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945. Berbagai penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 itu yang paling menonjol antara lain :
Ø Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi menteri negara.
Ø MPRS menetapkan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.
Ø Presiden mengeluarkan produk hokum yang setingkat Undang-Undang tanpa persetujuan DPR.
Ø Ikut campur Presiden dalam system pemerintahan yang cenderung otoriter.
Ø Besarnya pengaruh PKI yang mengakibatkan Ideologi Nasakom yang mencoba menggantikan Ideologi Pancasila.

Masa Orde Lama berakhir dengan ditandai dengan adanya pemberontakan G30 S PKI yang kemudian melahirkan Tritura yang berisikan tiga tuntutan rakyat yaitu bubarkan PKI, bersihkan cabinet dari unsur PKI, dan turunkan harga. Akibat dari kekacauan yang melanda negeri, maka Presiden Soekarno akhirnya memutuskan untuk mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret(SUPERSEMAR) kepada Letjen Soeharto yang kemudian Letjen Soeharto mengeluarkan Keppres No I/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 yang mengatur tentang pembubaran PKI.

5.  Masa Orde Baru
Pada hakekatnya UUD 1945 pada masa ini digunakan untuk membantu mensukseskan pembangunan nasional yang menjadi tekad dari pemerintahan Orde Baru. Langkah awal yang ditempuh oleh Pemerintah Orde Baru adalah memperbaiki penyimpangan-penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila pada periode 1959-1965 yaitu dengan mengeluarkan TAP MPRS No.XX/MPRS/1966. Selain itu MPRS juga mengeluarkan ketetapan lain diantaranya:
Ø TAP No.XII/MPRS/1966 tentang instruksi kepada Soeharto agar segera membentuk kabinet Ampera.
Ø TAP No.XVII/MPRS/1966 tentang penarikan kembali pengangkatan pemimpin besar revolusi menjadi Presiden seumur hidup.
Ø TAP No.XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan.
Ø TAP No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI.
Ø TAP No.XV/MPRS/1966 tentang pemilihan atau penunjukan Wakil Presiden dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Soeharto berkomitmen untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Untuk memilih anggota-anggota Badan Permusyawaratan dan Perwakilan Rakyat dilaksanakan Pemilu tahun 1971 dengan didasari Undang-undang No. 15 tahun 1969. Pemilu ini Berhasil mengubah fungsi dan kedudukan lembaga negara menjadi tetap tidak lagi bersifat sementara. Dalam mengantisipasi konflik ideologis Pemerintah Soeharto membangun suatu konsep baru demokrasi yang diberi nama Demokrasi Pancasila. Masa ini akhirnya harus tenggelam pula dengan adanya krisis moneter yang mengakibatkan hilangnya simpati rakyat terhadap pemerintahan.

6.  Masa Reformasi
Pada masa ini sering terjadi pergantian kepemimpinan dalam pemerintah. Tercatat pada masa ini terdapat empat kali pergantian Presiden yaitu BJ Habibie, Abdurahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri. Yang paling terasa pada pelaksanaan UUD 1945 pada masa ini terutama pada masa Presiden Megawati adalah terjadi perubahan-perubahan pada batang tubuh UUD 1945 atau yang akrab kita dengar denagn istilah amandemen. Tujuannya adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai denagn perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Tercatat telah terjadi empat kali Amandemen UUD 1945 selama kurun waktu 1999-2002 diantaranya:
Ø Sidang Umum MPR, tanggal 14-21 Oktober 1999® Perubahan Pertama
Ø Sidang Tahunan MPR, tanggal 7-21 Agustus 2000® Perubahan Kedua
Ø Sidang Tahunan MPR, tanggal 1-9 November 2001®Perubahan Ketiga
Ø Sidang Tahunan MPR, tanggal 1-11 Agustus 2002®Perubahan Keempat


C.   ANALISIS KASUS SIDANG DPR MENGENAI PILKADA
Selain UU MD3 yang telah disahkan pada 8 Juli 2014, saat ini ada RUU yang juga cukup menyita perhatian publik, yaitu RUU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang rencananya akan disahkan pada Paripurna DPR RI 25 September 2014 mendatang. Perdebatan sentralnya adalah Pilkada Langsung dan Pilkada Tidak Langsung via DPRD. Untuk membedahnya, kita akan membahasnya dari segi sejarah pembentukan, konstitusi, konfigurasi politik dan perkembangan demokrasi.
1. Sejarah Lahirnya RUU Pemilihan Kepala Daerah         
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebelumnya diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mengingat ada banyak pasal yang diatur khusus mengenai mekanisme Pilkada yakni 63 Pasal (Pasal 56 – Pasal 119), maka dalam revisinya, Pilkada ini dipisahkan dari UU Pemda. Dalam Prolegnas sejak tahun 2011 sudah dimasukkan dengan No. 42, Prolegnas tahun 2012 No. 52, Prolegnas tahun 2013 No. 3, Prolegnas tahun 2014 No. 3. Ini artinya sudah 4 tahun RUU ini dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional dimana RUU disiapkan pemerintah selama 2 tahun, kemudian dibahas bersama di DPR selama 2 tahun. Sehingga dari sisi waktu memang sudah waktunya untuk segera disahkan.
Pilkada secara langsung sejak 1 Juni 2005 telah melahirkan beberapa yang menyebabkan pemerintah mengusulkan Revisi RUU Pilkada, antara lain[22]:
Ø Pilkada langsung dibeberapa tempat melahirkan konflik horizontal antara sesama masyarakat. Benturan masyarakat ini tentu menjadi keprihatinan yang mendalam, karena ketidaksiapan menang atau kalah.
Ø Pilkada langsung secara biaya cukup menyedot anggaran, baik pusat maupun daerah.
Ø Berdasarkan data dari Mahkamah Konstitusi, disetiap Pilkada langsung, dipastikan akan gugatan sengketa Pemilukada ke MK, termasuk juga ketika sengketa Pilkada di Mahkamah Agung.
Ø  Sering terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif khususnya dalam bentuk money politik dan vote buying, sehingga memberikan pelajaran demokrasi yang buruk pada masyarakat.
Ø Terjadinya politisasi birokrasi pemerintahan daerah.
Ø Penegakan hukum dank ode etik tidak berjalan.
Ø Partisipasi pemilih yang rendah (rata-rata dibawah 70%).
Ø Banyak kepala daerah terjerat korupsi.
Ø  Kepala daerah tidak akur dengan wakil kepala daerah.
Ø Kepemimpimpinan lemah, manajemen rendah, dan birokrasi amburadul, serta terjadi politik transaksional dalam menjalankan roda pemerintahan.
Ø Pemerintah tidak efektif.
Atas pertimbangan tersebut, maka Pemerintah sebagai pihak yang diberi tugas menyiapkan Drat RUU Pilkada melakukan langkah memberi usulan revoluioner berupa mengubah Pilkada langsung menjadi Pilkada tidak langsung via DPRD.
2. Perspektif Konstitusi terhadap Pemilihan Kepala Daerah.
Dalam UUD NRI Tahun 1945, Pasal 18 Ayat (4) disebutkan kepala daerah dipilih secara demokratis. Untuk memahaminya, maka salah satu caranya adalah dengan membukaoriginal intent Perubahan UUD NRI Tahun 1945. Untuk melihat hal tersebut, dapat dilihat dalam Risalah Pembahasan UUD 1945, yang dapat diunduh lewatwww.mahkamahkonstitusi.go.id tentang Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002, Buku IV Kekuasaan Pemerintahan Negara Jilid 2. Dalam risalah tersebut khususnya Bab V (hlm. 1107-1432) diulas secara khusus pembahasan Perubahan UUD 1945 mengenai Pemerintahan Daerah.
Kemudian Pataniari Siahaan dari F-PDIP megusulkan agar kepala daerah “… dipilih secara demokratis sebagaimana diatur undang-undang. Jadi demokratisnya bukan oleh rakyat”.  Atas beberapa pendapat tersebut, Prof Bagir Manan menyerahkan kepada anggota rapat, apakah dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih secara demokratis. Pada akhirnya draft yang disepakati dan dibawa ke Rapat Paripurna ke-9, 18 Agustus 2000 adalah Pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis.
Hamdan Zoelva, memberikan pandangan terdapat dua prinsip yang terkandung dalam rumusan “kepala daerah dipilih secara demokratis”, yaitu pertama: kepala daerah harus “dipilih”, tidak dimungkinkan untuk langsung diangkat. Kedua, pemilihan dilakukan secara demokratis, maknanya tidak harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui Pemilu.
Atas pertimbangan tersebut, maka klausul pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis memiliki makna harus adanya proses pemilihan yang dapat langsung oleh rakyat dan dapat juga melalui DPRD. Untuk itu, klausul ini disebut sebagai open legal policy secara konstitusi. Kedua opsi yang sedang diperdebatkan dalam draft RUU Pilkada saat ini sama-sama konstitusional.

3.  Perspektif Konfigurasi Politik
Konfigurasi Politik di DPR sangat berpengaruh dalam pembahasan RUU Pilkada. Pada tahun 2012 ketika draft RUU Pilkada dimasukkan Pemerintah ke DPR, klausulnya pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Klausul tersebut didukung mayoritas partai politik dengan jumlah kursi besar seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PKB. Sementara itu, PKS karena jumlah kursinya tidak besar menolak usulan Pilkada melalui DPRD.
Berbicara konfigurasi politik tersebut, mengapa pemerintah mengajukan opsi Pilkada melalui DPRD dapat dimaklumi, karena partai politik penguasa pemerintahan yakni Partai Demokrat merupakan partai terbesar dengan 148 anggota dari 560 anggota.
Perdebatan mengenai mekanisme pemilihan kepala daerah sebenarnya hampir menemui titik temu, yaitu; pertama tetap dilakukan pemilihan langsung; keduapelaksanaan dilakukan secara serentak antara Pilkada Gubernur dan Pilkada Bupati/Walikota dalam rangka penghematan anggaran dan memperjelas konfigurasi politik didaerah sehingga rakyat lebih rasional dalam memilihnya.
Namun, perhelatan Pemilu Presiden 2014 dengan 2 (dua) calon pasangan, berimbas pula pada konfigurasi politik setelah Pilpres. Koalisi Merah Putih (KMP) yang terdiri Partai Gerindra, Partai Golkar, PPP, PAN dan PKS termasuk juga Partai Demokrat (6 partai dengan jumlah 421 kursi DPR) pada 9 September 2014 bersepakat mendukung Pilkada melalui DPRD. Sementara Koalisi penyokong Calon Presiden-Wakil Presiden Jokowi JK yang terdiri dari PDIP, PKB dan Partai Hanura (3 partai degan jumlah 139 kursi DPR) mendukug Pilkada langsung.
Polarisasi konfigurasi politik tersebut merupakan konsekuensi sistem multipartai yang dianut di Indonesia, dimana partai-partai politik sangat cair dalam ideologi dan dalam penentuan dukungan politik. Hal ini tidak hanya berpengaruh pada dinamika RUU Pilkada, tetapi juga berpengaruh pada RUU MD3 yang telah dibahas sebelumnya.
Terakhir, 19 September 2014 kemarin, Fraksi Partai Demokrat balik badan mendukung Pilkada Langsung, sehingga mengubah konfigurasi politik yang pro Pilkada langsung menjadi 4 partai dengan 287 kursi di DPR, dan yang pro Pilkada melalui DPRD menjadi 5 partai dengan 273 kursi di DPR.
4.           Perspektif Perkembangan Demokrasi
Apabila kita mempelajari mengenai demokrasi sebagai pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat dari awal mula zaman Yunani Kuno sampai dengan zaman sekarang (modern dan postmodernisme), maka kita akan menemui uniknya perkembangan demokrasi.
Pada awalnya demokrasi di Yunani Kuno masih bersifat polis-polis atau the Greek Stateyaitu pada mula pertamanya merupakan suatu tempat dipuncak suatu bukit. Lama kelamaan orang-orang banyak yang tinggal di tempat itu dengan jalan mendirikan tempat tinggal bersama, berupa rumah-rumah dan kemudian tempat tersebut dikelilinginya dengan suatu benteng tembok untuk menjaga serangan dari luar.
Pemerintahan dalam polis merupakan hal yang tinggi, karena di atas polis tidak ada lagi suatu organisasi kekuasaan lain yang menguasai dan memerintah polis itu. Inilah letak keistimewaan dari polis. Organisasi yang mengatur hubungan antar orang se-polis itu tidaklah hanya mempersoalkan hubungan organisasinya saja melainkan juga mempersoalkan mengenai hidup kepribadian orang-orang yang hidup disekitarnya. Oleh karena itu terdapat campur tangan organisasi yang mengatur polis. Karena polis disamakan (identik) dengan masyarakat negara atau negara, maka polis merupakan negara kota (standstaat atau citystate).
Sehubungan dengan itu, dikalangan pemerintahan lazimnya berwujud demokrasi langsung atau direct democracy, rakyat di dalam polis ikut serta secara langsung menentukan beleid kebijaksanaan pemerintah atau adanya direct government by all the people.
         
JAKARTA – Gejolak penolakan secara luas seketika muncul pasca pengesahan UU Pilkada oleh DPR Jumat dini hari (26/9). Gelombang elemen masyarakat yang berancang-ancang mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya soal pilkada lewat DPRD, pun terus bermunculan. Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) segera menyiapkan permohonan uji materi. Mereka menilai sistem pilkada lewat DPRD malah merusak demokrasi. ’’Kami pasti lakukan judicial review ke MK setelah tuntasnya administrasi UU tersebut,’’ tegas Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (26/9). Dia menyatakan, pihaknya tidak sendirian mengajukan judicial review tersebut. Setidaknya 30 lembaga akan bergabung. ’’Saat ini demokrasi secara resmi mundur ke belakang. Rakyat kehilangan hak dasar mereka dalam pemilihan kepala daerah,’’ ujarnya. Pihak lain yang juga sudah bersiap-siap adalah advokat Andi Asrun. Rencananya, Senin (26/9) dia mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada.
Senada dengan Titi, Andi juga menuturkan, pengembalian pilkada kepada DPRD sebagaimana diatur dalam UU Pilkada telah mengkhianati rakyat. Hak rakyat untuk memilih kepala daerah menjadi hilang. ’’Apalagi ini menyuburkan politik uang di DPRD. Karena itulah, UU tersebut harus digugat,’’ ungkapnya.
Soal legal standing-nya, dia menjelaskan, pihaknya mewakili 17 organisasi buruh harian, lembaga survei, dan sejumlah bupati. Banyak elemen masyarakat yang memang tidak setuju dengan pilkada tidak langsung. ’’Warga negara yang hak pilihnya dihilangkan tentu sudah memenuhi kedudukan hukum,’’ terangnya.
Bukti apa saja yang akan dibawa ke MK? Dia menuturkan, pihaknya bakal membawa dokumen UU Pilkada, risalah rapat paripurna DPR, serta sejumlah pendapat ahli mengenai pilkada tidak langsung. ’’Saya yakin MK berpihak kepada rakyat,’’ tegasnya.
Di bagian lain, saat dikonfirmasi, Ketua MK Hamdan Zoelva menuturkan, pihaknya akan memproses setiap undang-undang yang masuk ke MK. Untuk UU Pilkada tersebut, dia menyatakan tidak ada persiapan khusus karena hampir sama dengan perkara pengujian UU lainnya. ’’Sama semuanya kok,’’ ujarnya melalui pesan singkat.
Sementara itu, atas munculnya gelombang penolakan di tengah publik tersebut, PDIP sudah menduga. Wakil Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, pihaknya sejak awal yakin bakal ada warga yang bergerak melawan pengesahan UU Pilkada. Karena itu, PDIP akan men-support penuh. ’’Masyarakat bergerak, kami bertugas mengorganisasi,’’ terangnya.
Menurut dia, fenomena tersebut muncul karena rakyat merasa ada kekuatan kekuasaan yang berlebihan dan ingin melupakan mereka. ’’Tentu yang seperti itu akan berhadapan dengan rakyat,’’ tegasnya di Rumah Transisi.
Deputi Tim Transisi itu juga menyayangkan sikap Partai Demokrat yang memutuskan walk out dalam pengambilan keputusan penting seperti itu. Apalagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru pergi ke luar negeri saat bangsanya mengalami perubahan sejarah yang begitu penting. ’’Yang jelas, apa yang terjadi tadi malam tidak menyurutkan langkah PDIP,’’ ujarnya.
Dalam pengambilan keputusan RUU pilkada, keputusan walkout Partai Demokrat itulah yang kemudian memastikan kemenangan kubu pengusung pilkada lewat DPRD. Meski mengajukan 10 syarat yang harus masuk tanpa terkecuali dalam undang-undang, partai besutan SBY tersebut termasuk mendukung pilkada langsung.
Pasca walkout Demokrat, perbandingan suara antara pendukung pilkada oleh DPRD dan pilkada langsung menjadi tidak seimbang ketika divoting. Didukung mayoritas anggota Fraksi Partai Golkar, PKS, Partai Gerindra, PAN, dan PPP, total dukungan bagi pilkada lewat DPRD mencapai 226 suara. Jauh melebihi pendukung pilkada langsung (PDIP, PKB, dan Partai Hanura) yang memiliki 135 suara.
Wapres terpilih Jusuf Kalla juga termasuk yang sangat menyayangkan pengesahan pilkada tidak langsung tersebut. Lebih-lebih soal walkout Partai Demokrat. ’’Biar masyarakat yang menilai sikap seperti itu,’’ katanya.
Lalu, apakah Partai Demokrat akan diterima jika ingin bergabung dengan kubu Jokowi-JK? Dia tidak menjawab dengan jelas. Menurut JK, pihaknya tentu akan melihat sesuai dengan kondisi. ’’Saya kira akan berbeda lah,’’ ujarnya.
Sementara itu, pihak pendukung pilkada oleh DPRD yakin penolakan terhadap UU Pilkada hanya berasal dari segelintir kelompok masyarakat. Terutama dari pihak-pihak yang kepentingannya terganggu atas adanya UU tersebut. Sekjen DPP PPP M. Romahurmuziy mencontohkan, salah satu pihak yang dirugikan adalah para konsultan politik dan lembaga survei. ’’Mereka akan mengalami kiamat sugro atau kiamat kecil,’’ ungkapnya.
Dia menambahkan, demokrasi prosedural melalui survei politik tidak akan lagi bisa dilakukan. Selama ini, beber dia, lembaga survei sering bermain-main dengan popularitas dan elektabilitas kandidat calon. Karena itu, calon yang benar-benar memiliki kapasitas dan integritas serta aspek lainnya yang dibutuhkan sebagai pemimpin sejati akhirnya kalah oleh faktor popularitas dan elektabilitas tersebut.
’’Kami yakin publik akan mendukung, meski juga tidak menafikan bahwa ada yang belum setuju. Tapi, itu nanti terjawab oleh waktu,’’ tegasnya.

KPU
Di bagian lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menjadi lembaga yang paling terdampak atas pengesahan UU Pilkada. Pekerjaan penyelenggara pemilu itu diprediksi berkurang. Mereka hanya akan menyelenggarakan pileg dan pilpres.
Dikonfirmasi soal tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik justru bersikap pasrah. Dia menuturkan, pihaknya akan menunggu sampai UU Pilkada tersebut terbit. ’’Posisi kami masih menunggu,’’ katanya.
Lalu, bagaimana posisi KPU jika pilkada digelar secara tidak langsung? Husni menyatakan, seharusnya hal itu ditanyakan kepada DPR. KPU belum mengetahui apa-apa mengenai masalah tersebut. ’’Setelah terbit, baru bisa komentar,’’ tuturnya.
Di gedung KPK, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyampaikan pandangan lembaganya atas hasil rapat paripurna. Menurut dia, justru lebih banyak mudaratnya jika pilkada dilaksanakan lewat DPRD. Tentu saja hal itu dilihat dari kewenangan KPK dalam menangani kasus korupsi. ’’Itu analisis yang didapat,’’ katanya.
Mantan advokat tersebut menjelaskan, tidak ada jaminan pemilihan lewat DPRD tanpa transaksi. Apalagi kalau berkaca pada tingginya kasus yang dihadapi anggota parlemen di pusat maupun daerah. Menurut data Ditjen Otonomi Daerah, ada 3 ribu wakil rakyat yang berurusan dengan hukum. Kepala daerah yang bersalah mencapai 290-an dengan 51 perkara di antaranya ditangani KPK. Nah, kalau DPRD yang memiliki banyak kasus menjadi pemilih, kualitas yang dipilih tentu mengkhawatirkan. ’’Diduga, ada konsesi-konsesi, tukar-menukar kepentingan,’’ jelasnya.
Pria yang akrab disapa BW itu lantas memberikan contoh. Dalam pilkada langsung, transaksi uang umumnya terjadi di masyarakat. Itu pun angkanya kecil dan bertujuan untuk membeli suara. Jika pilkada dilakukan DPRD, nilai transaksinya jauh lebih besar. ’’Transaksinya besar dan sistemik. Periodenya juga lima tahun. Kalau ke rakyat, paling cuma sekali,’’ jelasnya.
Sebenarnya, lanjut BW, KPK pernah menyampaikan pandangan saat bertemu unsur pimpinan DPR. Yakni, soal potensi-potensi atau lubang terjadinya tindak pidana dalam pilkada. Namun, tampaknya, hasil perbincangan tersebut tidak terlalu didengar. Buktinya, sampai saat ini DPR tidak fair terhadap KPK.
’’Kalau KPK diminta terlibat lebih jauh dalam pilkada, buka itu perwakilan KPK. Enggak fairkalau KPK diminta, tapi enggak dibuka jalannya,’’ tegasnya. Akibatnya, lembaga pimpinan Abraham Samad itu selama ini hanya berusaha membangun sistem.

Empat Wilayah
Mekanisme UU Pilkada melalui DPRD merupakan aturan yang bersifat lex generalis. Yaitu, aturan yang bersifat umum berlaku di semua wilayah di Indonesia. Namun, mekanisme lex generalis tidak berlaku terhadap daerah yang memiliki aturan lex specialis, yakni aturan bagi daerah otonom yang ditetapkan dalam sebuah UU khusus.
Dari poin itu, tercatat empat wilayah di Indonesia tidak akan terdampak UU Pilkada. DKI Jakarta yang menyandang status daerah khusus ibu kota merupakan salah satu wilayah yang tidak terdampak pilkada lewat DPRD. UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Jakarta mengatur pemilihan gubernur (pilgub) dilakukan secara langsung. Pasal 10 menyebutkan, DKI Jakarta dipimpin oleh seorang gubernur yang dibantu seorang wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sebelum DKI, Nanggroe Aceh Darussalam juga memiliki mekanisme pilkada yang spesifik. Pemilihan langsung di Aceh dilakukan Komisi Independen Pemilihan sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2006. Untuk pilgub, prosesnya dilakukan melalui suatu proses demokratis berdasar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Wilayah lain yang memiliki mekanisme khusus penetapan kepala daerah adalah Daerah Istimewa Jogjakarta. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Jogjakarta mengatur posisi gubernur dan wakil gubernur Jogjakarta melalui penetapan. Pasal 18 ayat c menyebutkan, posisi gubernur langsung dijabat raja Jogja, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono, dan wakil gubernur dijabat Adipati Paku Alam.
Provinsi Papua juga memiliki undang-undang tersendiri dalam proses pemilihan kepala daerah. UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua menyebutkan, gubernur diusulkan dan dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Kemudian, mekanisme itu diubah melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2008 yang sudah ditetapkan menjadi UU Nomor 35 Tahun 2008. Perppu itu menyatakan bahwa gubernur dipilih melalui pemilihan







                                                                                        










DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Kaelan, m.s. 2000. Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kansil, C.S.T.1971. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
 http://www.scribd.com/doc/46635688/DINAMIKA-PELAKSANAAN-UUD-1945